Program sertifikasi hutan dengan menggunakan standar Forest Stewardship Council® (FSC®) menghendaki agar pengelolaan hutan yang bertanggung jawab wajib memenuhi 10 prinsip Forest Stewardship Council® (FSC®). Salah satu prinsip Forest Stewardship Council® (FSC®) adalah prinsip nomor 9, yaitu penetapan areal hutan yang bernilai konservasi tinggi (High Conservation Value Forest). Konsep HCVF dirancang dengan tujuan untuk membantu para pengelola hutan dalam usaha-usaha peningkatan keberlanjutan fungsi-fungsi ekologi dan sosial dalam memanfaatan hasil hutan kayu melalui dua tahap yaitu: (1) mengidentifikasi areal-areal di dalam atau di dekat suatu Unit Pengelolaan kayu yang mengandung nilai-nilai sosial-budaya dan/atau ekologis yang sangat penting, dan (2) menjalankan suatu sistem pengelolaan dan pemantauan untuk menjamin pemeliharaan dan/atau peningkatan nilai-nilai tersebut.
Penetapan suatu kawasan sebagai HCV atau NKT (Nilai Konservasi Tinggi) sering disalahartikan tidak boleh memanfaatkan hasil hutannya. Mengacu pada panduan identifikasi kawasan bernilai konservasi tinggi di Indonesia, salah satu prinsip dasar dari konsep HCV/NKT adalah wilayah-wilayah yang memiliki atribut nilai konservasi tinggi tidak selalu harus menjadi daerah di mana pembangunan tidak boleh dilakukan. Sebaliknya konsep NKT mensyaratkan agar pembangunan dilaksanakan dengan cara menjamin pemeliharaan dan/atau peningkatan NKT tersebut sebagai pendekatan kehati-hatian (precautionary approach), yang bisa membantu masyarakat mencapai keseimbangan rasional antara kepentingan konservasi dengan pembangunan ekonomi jangka panjang.
PT. Carus Indonesia (PT. CI) yang berlokasi di Kabupaten Katingan dan Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah adalah salah satu unit pengelolaan hutan alam yang berkomitmen untuk melaksanakan program pengelolaan hutan secara lestari. Saat ini program pendampingan menuju pada pengelolaan hutan lestari tengah dilakukan bersama dengan konsultan dari TFT (The Forest Trust) dengan dukungan pendanaan dari TBI (The Borneo Initiatives). Salah satu kegiatan untuk mendukung program pengelolaan hutan di PT. CI adalah melakukan Identifikasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) dan rekomendasi pengelolaan KBKT yang dilakukan oleh IDEAS Consultancy Services. Secara umum, prinsip penilaian KBKT dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu: (1) Keanekaragaman Hayati (NKT 1, 2, dan 3), (2) Jasa Lingkungan (NKT 4), dan (3) Sosial Budaya (NKT 5 dan 6). Kegiatan Identifikasi KBKT telah dilakukan dengan analisis data sekunder, konsultasi publik pada tanggal 18 November 2013 dan kunjungan lapangan tanggal 17 – 28 November 2013.
Kajian ekologi dan jasa lingkungan (NKT 1 – 4) difokuskan pada areal-areal yang telah ditetapkan sebagai areal lindung oleh PT. CI, seperti DPSL/KPPN maupun sempadan sungai. Lokasi-lokasi kajian ekologi tersebut adalah di dalam dan sekitar Blok RKT 2012, 2013, 2014, 2015, 2021 – 2030, dan 2031 – 2040 (Petak XII, XIII, XIV: S. Dangoi, S. Rangaoi, S. Pangin, S. Marungoi, S. Nyatuh; Petak XIX, IV, KK, PUP, Camp Produksi; dan Petak XXVIII, XXIX : S. Ahoi, S. Baroi, S. Rakapoi, Tegakan Benih).
NKT 5 bertujuan untuk menentukan kawasan yang mempunyai fungsi penting sebagai sumber penghidupan bagi masyarakat lokal, baik untuk memenuhi kebutuhan secara langsung (subsisten/dikonsumsi sendiri) maupun secara tidak langsung (komersial). Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, hasil FGD, dan hasil observasi lapangan di 2 desa yang dikaji (Desa Tumbang Mahuroi dan Desa Karetau Sarian, Kecamatan Damang Batu, Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah), Tim Sosial telah menemukan bahwa lebih dari 50% kebutuhan dasar sebagian masyarakat di 2 desa tersebut berasal dari areal PT. CI (NKT 5). Kebutuhan dasar tersebut adalah protein (ikan dan daging), vitamin (sayuran dan buah-buahan), bahan bangunan (kayu), dan pendapatan tunai dari HHBK (rotan, gaharu, dan madu). Tidak ditemukan NKT 5 yang berkaitan dengan kebutuhan dasar berupa karbohidrat, air, obat-obatan tradisional, dan pakan ternak. Lokasi NKT 5 berada di areal perladangan bergilir dan di sekitar Sungai Kahayan dan Sungai Mahuroi dengan luas sekitar 2.604 ha.
Sementara itu, NKT 6 bertujuan untuk mengidentifikasi kawasan yang mempunyai fungsi penting untuk identitas budaya tradisional atau khas komunitas lokal. Desa Tumbang Mahuroi dan Desa Karetau Sarian mempunyai sejarah asal usul yang hampir sama. Kedua desa ini awalnya berpindah-pindah di sepanjang sungai Kahayan dan terakhir sebelum pindah ke desa sekarang, berada di kampung Tumbang Dangoi yang sekarang sudah tidak ditempati lagi dan menjadi kaleka. Kaleka adalah sebutan lokal untuk bekas kampung yang dulu pernah ditinggali. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat, hasil FGD dan pengamatan di lapangan di 2 desa yang diidentifikasi, ditemukan adanya beberapa lokasi yang mempunyai fungsi penting untuk identitas budaya tradisional atau khas komunitas lokal yang terdapat di dalam areal perusahaan yaitu berupa areal perladangan, kaleka (28 lokasi), tajahan (5 lokasi), sepunduk (1 lokasi), dan batu patahu (3 lokasi) dengan luas sekitar 1.553 ha.
Berdasarkan hasil studi dokumen, wawancara dengan pihak PT.CI, wawancara dengan masyarakat, observasi lapangan, dan monitoring dan konsultasi dengan para ahli bahwa kawasan hutan yang ada di dalam wilayah kerja PT. CI memiliki nilai konservasi yang tinggi. Beberapa atribut nilai konservasi tinggi terdapat di dalam kawasan ini, termasuk fungsi-fungsi jasa lingkungan, kawasan yang penting untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi masyarakat yang ada di sekitar konsesi hutan serta kawasan yang memiliki identifitas budaya yang penting bagi masyarakat setempat. Dalam identifikasi KBKT di PT. CI ini, ditemukan NKT 1.1, NKT 1.2, NKT 1.3, NKT 1.4, NKT 2.2, NKT 2.3, NKT 4.1, NKT 4.2, NKT 5 dan NKT 6. Sementara untuk NKT 2.1, dan NKT 4.3 tidak ditemukan di dalam areal PT. CI. Ringkasan NKT beserta luasan indikatifnya yang ditemukan oleh Tim Penilai Identifikasi KBKT di areal PT. CI tersaji dalam tabel dan peta berikut.
Strategi pengelolaan NKT merupakan strategi yang dapat diterapkan oleh PT. CI untuk memelihara dan meningkatkan nilai konservasi penting dari areal yang ada dalam wilayah konsesi hutan. Ada lima strategi pengelolaan yang dapat diterapkan yaitu penebangan ramah lingkungan; pengamanan dan perlindungan hutan; restorasi dan rehabilitasi daerah sempadan sungai; konservasi in-situ jenis-jenis langka dan terancam punah; dan pengelolaan hutan secara kolaboratif.
Selain strategi pengelolaan, telah dirumuskan juga strategi pemantauan NKT yang dapat diterapkan oleh PT. CI. Strategi pemantauan NKT merupakan strategi yang direkomendasikan untuk melakukan pemantauan untuk memastikan bahwa tujuan pengelolaan NKT terpenuhi, termasuk untuk memberikan informasi terbaru tentang kondisi NKT kepada pihak pengelola. Selanjutnya hasil pemantauan akan dijadikan dasar dalam melakukan intervensi pengelolaan atau dalam pengaturan rencana operasional yang tengah berjalan. Ada lima strategi utama yang dapat diterapkan antara lain pemetaan menyeluruh (comprehensive mapping), survei lapangan dan pengumpulan data (ground survey and data collection), pemantauan berkala (periodic monitoring), pemantauan dan evaluasi bersama (participatory monitoring and evaluation) dan diseminasi informasi (dissemination).
Untuk mencapai tujuan setiap strategi pengelolaan dan pemantauan yang diusulkan, telah disusun rencana pengelolaan dan pemantauan setiap NKT yang ditemukan di wilayah kerja PT. CI. Rencana pengelolaan dan pemantauan ini dapat diintegrasikan kedalam RKL/RPL sesuai dengan hasil penilaian Analisis Dampak Lingkungan sebelum dimulainya kegiatan operasional unit pengelolaan (UP). Detil rencana pengelolaan dan pemantauan KBKT ini dituangkan dalam sebuah dokumen tersendiri yang tidak terpisahkan dengan dokumen utama hasil penilaian KBKT.
Peta keseluruhan NKT yang ditemukan pada areal kerja PT. Carus Indonesia